Indonesia Version
Cuaca Kota Pare Kediri hari ini,
Rabu, 28 Maret 2012 menyambut kedatanganku dari Kota Malang. Siang itu, aku
tiba di perempatan TulungRejo dan menyempatkan diri untuk mampir makan siang
setelah kelaparan dalam perjalanan 3 jam dari Malang. Setelah makan di sebuah
warung, saya mencari becak di sekitar warung itu untuk mengantarkanku pulang ke
rumah kostku di bilangan Jl Brawijaya.
Di sekitar warung itu hanya terlihat 1 becak tapi sekilas tak nampak pengayuh becaknya. Barulah setelah aku mendekat di becak itu, nampak seorang pemilik becak yang sementara tertidur pulas. “pak, pak, becak”, dengan panggilan itu, sang pemilik becak terbangun dan memperbaiki dirinya. Ternyata beliau adalah seorang kakek tua yang menurut saya sudah harus menikmati hidupnya di rumah, bukan lagi di becak.
Di sekitar warung itu hanya terlihat 1 becak tapi sekilas tak nampak pengayuh becaknya. Barulah setelah aku mendekat di becak itu, nampak seorang pemilik becak yang sementara tertidur pulas. “pak, pak, becak”, dengan panggilan itu, sang pemilik becak terbangun dan memperbaiki dirinya. Ternyata beliau adalah seorang kakek tua yang menurut saya sudah harus menikmati hidupnya di rumah, bukan lagi di becak.
Becak segera berbalik arah menuju
Jl Brawijaya. Dalam perjalanan, saya penasaran dengan usia kakek tersebut. Saya mulai bertanya “bapak masih kuat ya,
siang-siang gini mengayuh becak”, beliau langsung menjawab “ah mas, biasa, olah
raga”. Saya lanjut bertanya “ bapak sudah lama ya narik becak?”, dia menjawab”
gak juga, saya dulu petani mas”. Dari pembicaraan itu saya lantas menanyakan
usia beliau, ternyata beliau kelahiran 1933, tebak sendiri kan berapa usia
kakek itu, ya Benar, sekitar 78-79 tahun.
Dari kisah tersebut, saya
membayangkan apakah bisa saya mencapai umur sepanjang itu? lantas, jika memang
panjang, apakah saya masih harus berjuang bertahan hidup dengan “menarik becak”
di bawah terik panas matahari. Teringat dengan buku Robert Kiyosaki tentang
investasi masa depan. Mungkin kakek ini di masa muda tidak mengantisipasi masa
tua sehingga masa-masa tersebut yang semestinya sudah dinikmati, justru masih
berjuang oleh kerasnya hidup.
Saya teringat dengan orang tua
yang rela membanting tulang untuk merawat dan membiayai saya, pendidikan saya dan
segala keperluan saya. Entah kakek itu memiliki anak atau tidak, yang jelas saya
ingin sekali pulang dan merawat ibu yang masih tersisa, semoga beliau tidak
lagi “mengayuh becak” di masa tuanya. Olehnya itu saudara, mari menabung
pengalaman dan ilmu untuk hari tua yang lebih indah, untuk masa depan yang
lebih cerah, untuk kematian yang Husnul
Khatimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar